Oleh : Mursalim Majid (Wartawan Senior)
Lagi, kekerasan terhadap jurnalis kembali terjadi di makassar. Gaya premanisme kembali di pertotonkan oknum aparat POM Angkatan laut. Sikap yang tidak bersahabat itu telah mencederai korp angkatan laut kebanggan kita semua. Setitik nila bisa merusak sebelanga susu. Pepatah klasik ini pantas di alamatkan ke pada oknum angkatan laut yang telah mencederai korpnya sendiri.
Apa yang terjadi di tubuh aparat kita? Mentalitaskah?Integritaskah? Kekuasaan yang terpendamkah ? Atau sikap dan rasa heroismekah yang kerap melekat di dadalam dada para prajurit TNI kita. Atau adakah yang salah dalam pola rekruitmen di Mileter?
Asumsi-asumsi itu sepertinya tidak benar. Alasanya memasuki dunia meliter dimulai dari rekruitmen amatlah ketat. Seleksi tidak seperti seleksi alam dan institusi lainnya di Indonesia. Mereka di gembleng secarah fisik dan mental sebelum menjadi seorang prajurit yang mengabdikan dirinya untuk Bangsa.
Pendidikan meliter tidak diajari membunuh orang atau menganiaya orang. Tapi diajari bagaimanah melumpuhkan musuh di medan perang.
Tapi fakta hari ini sejumlah oknum pomal berpakaian sergam dinas amatlah menyedihkan sekaligus memalukan. Mengeroyok masyarakat sipil yang kebetulan seorang wartawan.
Ini model dan cara-cara klasik. Yang sudah tidak lazim di lakukan dalam pragmatisme meliter yang sudah berubah. Lagi-lagi ini oknum. Karena saya yakin masih banyak prajurit TNI yang bagus.
Karenanya sikap kami dari seorang jurmalis meminta kepada Panglima TNI untuk mensikapi secarah serius atas peristiwa penganiayaan wakil ketua PWI Sulsel. Karena cara-cara demikian tidak dibenarkan secarah hukum. Semoga proses hukum di mileter nantinya bisa terbuka secarah transparan. Dan hanya satu kata Stop! Kekerasan Terhadap Jurnalis. (*)
Apa yang terjadi di tubuh aparat kita? Mentalitaskah?Integritaskah? Kekuasaan yang terpendamkah ? Atau sikap dan rasa heroismekah yang kerap melekat di dadalam dada para prajurit TNI kita. Atau adakah yang salah dalam pola rekruitmen di Mileter?
Asumsi-asumsi itu sepertinya tidak benar. Alasanya memasuki dunia meliter dimulai dari rekruitmen amatlah ketat. Seleksi tidak seperti seleksi alam dan institusi lainnya di Indonesia. Mereka di gembleng secarah fisik dan mental sebelum menjadi seorang prajurit yang mengabdikan dirinya untuk Bangsa.
Pendidikan meliter tidak diajari membunuh orang atau menganiaya orang. Tapi diajari bagaimanah melumpuhkan musuh di medan perang.
Tapi fakta hari ini sejumlah oknum pomal berpakaian sergam dinas amatlah menyedihkan sekaligus memalukan. Mengeroyok masyarakat sipil yang kebetulan seorang wartawan.
Ini model dan cara-cara klasik. Yang sudah tidak lazim di lakukan dalam pragmatisme meliter yang sudah berubah. Lagi-lagi ini oknum. Karena saya yakin masih banyak prajurit TNI yang bagus.
Karenanya sikap kami dari seorang jurmalis meminta kepada Panglima TNI untuk mensikapi secarah serius atas peristiwa penganiayaan wakil ketua PWI Sulsel. Karena cara-cara demikian tidak dibenarkan secarah hukum. Semoga proses hukum di mileter nantinya bisa terbuka secarah transparan. Dan hanya satu kata Stop! Kekerasan Terhadap Jurnalis. (*)
Komentar
Posting Komentar